Pada volume 12 ini personil The Mercy's tinggal bertiga, setelah keluarnya Charles H, maka pada rekaman album ini dibantu oleh Yockie Suryoprayogo pada keyboard (yang lebih dikenal sebagai pemain keyboardnya rock-band God Bless), meski pada hasil rekaman, walaupun hasil rekaman suara keyboard tidak jauh beda dengan rekaman-rekaman bersama Charles H.
Recording : MUSICA STUDIO/FM RECORD / Vinyl LP 12" 33 1/3 RPM
The Singers adalah kelompok musik yang lahir pada tahun 1967 dengan personel Neneng Salmiah ( leader, rhythm, vokal), Tuty Thaher (bas, vokal), Sally Sardjan (organ, vokal), Henny Purwanegara (drum, vokal), Shinta Dungga (rhythm, vokal), dan Uun Syarbini (melodi). Secara resmi mereka mengumumkan terbentuknya The Singers pada Januari 1968, dengan mengusung aliran musik perpaduan latin dan sweet pop. Pada tahun yang sama pula The Singers masuk dapur rekaman untuk pertama kali dan memainkan lagu "Marlina" karya D. Djauhari, "Jali-jali " (Instrumental), "Land of 1000", "Dances", "Oh Tuhan", "Baby Your Gone", "Salam Perpisahan", yang dimainkan dalam bentuk Long Play. Pada masa itu The Singer mampu menarik penikmat musik tanah air dan mampu bersaing dengan grup band wanita lainnya seperti, Dara Puspita, Monalisa, Miscellina, dan The Beach Girls. Henny Purwanegara memilih hengkang karena terjadi konflik internal, disusul Shinta Dungga yang mengundurkan diri setelah pernikahannya. Mulai dari situ terus terjadi pergantian personel, nama-nama seperti Lies Royani, Iwan, dan Inneke Nasution pernah mengisi posisi kosong The Singers. Iwan menjadai satu-satunya personel lelaki. Selama pergantian formasi grup band ini berhasil mengeluarkan hit seperti " Derita Seorang Wanita", "Surat Putus Cinta", dan "Akhirnya".[1]
Tahun 1992, The Singers kembali ke panggung musik dengan formasi awal Neneng Salmiah, Tuty Thaher, Sally Sardja, Henny Purwanegara, Shinta Dungga, dan Uun Syarbini. Tiga tahun kemudian Uun Syarbini tutup usia karena kanker rahim. Tanpa Uun, band ini tetap tampil dengan mengisi acara hiburan seperti Melody Menari, Tembang Kenangan, dan Famili 100.
Recording : MUSICA STUDIO / INDRA RECORD / Vinyl LP 12" 33 1/3 RPM
Mus Mulyadi (14 Agustus 1945 – 11 April 2019) adalah penyanyi keroncong Indonesia. Ia bahkan mendapat julukan sebagai si "Buaya Keroncong". Beberapa lagunya yang menjadi hit antara lain, "Kota Solo", "Dinda Bestari", "Telomoyo", dan "Jembatan Merah". Ia pernah menjadi anggota Favourite's Group. Istrinya juga seorang penyanyi, Helen Sparingga, dan adiknya juga menjadi penyanyi pop & jazz Mus Mujiono pada era 1980-an.
Terlahir dengan nama Mulyadi, dilahirkan di Kota Buaya, dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di kota itu. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara anak dari pasangan Ali Sukarni dan Muslimah. Bakat seninya tumbuh secara otodidak karena pengaruh dalam keluarganya yang memang seniman. Meskipun ia tidak pernah dirancang oleh ayahnya yang berprofesi sebagai pemain Gamelan untuk mengikuti jejaknya. Tiga saudaranya memilih berkecimpung dalam bidang seni tarik suara. Dua kakaknya yakni Sumiati berprofesi sebagai penyanyi keroncong di Belanda dan abangnya Mulyono dikenal di Surabaya sebagai penyanyi keroncong. Selain itu adiknya Mus Mujiono pun pada akhirnya terjun ke dunia musik dengan memilih musik jazz dan pop sebagai jalur pilihan kariernya
matahari mulai terbenam, burungpun sudah bersembunyi
Bobby Willem Tutupoly (lahir 13 November 1939) adalah seorang artis Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Bob Tutupoly. Ia mulai rekaman di Jakarta pada tahun 1965 bersama Pattie Bersaudara. Selanjutnya, ia dikenal dengan lagu-lagu Lidah Tak Bertulang, Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, dan lain-lain.[1]
Namun ia lebih tertarik menyanyi. Akhirnya ia bergabung Bill Saragih di band The Jazz Riders pada 1960.
Pada 1969 ia pergi ke Amerika Serikat dan memimpin sebuah restoran milik Pertamina di kota New York. Setelah kembali ke Indonesia pada 1977, ia menjadi populer karena membawakan lagu Widuri, ciptaan Slamet Adriyadi, yang menjadi sangat terkenal hingga saat ini.[2] Ia juga memandu acara kuis di TVRI.
Bob Tutupoly adalah anak kedua dari lima bersaudara, pasangan perantau asal Maluku Adolf Laurens Tutupoly dan Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane. Ia dilahirkan di RS William Booth, Jalan Diponegoro, Surabaya pada tanggal 13 November 1939.[3] Bob memiliki seorang kakak yang bernama Christian Jacobus Tutupoly dan tiga orang adik yang bernama Alexander Bartjes Tutupoly, Hendrika Laurensia Tutupoly, dan Adolf Tutupoly Jr. (meninggal pada tahun 1947, saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Yogyakarta).[3] Ayahnya telah berdinas di Angkatan Laut sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia dan terus membela TNI ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. Bob dan keluarganya sempat berpindah ke Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota RI, sebelum akhirnya kembali ke Surabaya pada tahun 1953 dan memasuki bangku Sekolah Dasar di SD Pasar Turi.[3] Sejak kecil, Bob dan keempat saudaranya dididik dengan disiplin militer oleh sang ayah. Bakat seni Bob memang diwariskan dari kedua orang tuanya, ayahnya adalah pemain suling dan ibunya merupakan penyanyi di gereja.[3] Bob Tutupoly melanjutnya pendidikannya di SMP Kristen Embong Wungu, Surabaya dan SMA Katolik St. Louis, Surabaya. Ia sempat menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Ekonomi Surabaya (Cikal bakal Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga) dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung namun kedua terhenti di tengah jalan. https://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Tutupoly
Ketika menjabat sebagai public relation di Restoran Ramayana (NY), Bob berkenalan dengan seorang penari Indonesia bernama Rosmayasuti Nasution (Yosie) yang sedang tampil di tempat tersebut. Bob Tutupoly melamar istrinya pada tahun 1972. Istrinya tersebut merupakan None Jakarta 1972. Pada tanggal 15 April 1977, Bob dan Yosie resmi menjadi suami-istri di hadapan petugas catatan sipil. Pernikahan tersebut dihadiri oleh Adnan Buyung Nasution sebagai saksi atas keluarga Yosie dan Leo Lopusila sebagai saksi dari pihak Bob. Sebelumnya mereka berdua harus menjalani persidangan selama sembilan bulan dikarenakan perbedaan keyakinan yang mereka anut. Putri semata wayang mereka lahir di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1978 dan diberi nama Sasha Karina Tutupoly.
Bobby Willem Tutupoly (lahir 13 November 1939) adalah seorang artis Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Bob Tutupoly. Ia mulai rekaman di Jakarta pada tahun 1965 bersama Pattie Bersaudara. Selanjutnya, ia dikenal dengan lagu-lagu Lidah Tak Bertulang, Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, dan lain-lain.[1]
Namun ia lebih tertarik menyanyi. Akhirnya ia bergabung Bill Saragih di band The Jazz Riders pada 1960.
Pada 1969 ia pergi ke Amerika Serikat dan memimpin sebuah restoran milik Pertamina di kota New York. Setelah kembali ke Indonesia pada 1977, ia menjadi populer karena membawakan lagu Widuri, ciptaan Slamet Adriyadi, yang menjadi sangat terkenal hingga saat ini.[2] Ia juga memandu acara kuis di TVRI.
Bob Tutupoly adalah anak kedua dari lima bersaudara, pasangan perantau asal Maluku Adolf Laurens Tutupoly dan Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane. Ia dilahirkan di RS William Booth, Jalan Diponegoro, Surabaya pada tanggal 13 November 1939.[3] Bob memiliki seorang kakak yang bernama Christian Jacobus Tutupoly dan tiga orang adik yang bernama Alexander Bartjes Tutupoly, Hendrika Laurensia Tutupoly, dan Adolf Tutupoly Jr. (meninggal pada tahun 1947, saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Yogyakarta).[3] Ayahnya telah berdinas di Angkatan Laut sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia dan terus membela TNI ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. Bob dan keluarganya sempat berpindah ke Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota RI, sebelum akhirnya kembali ke Surabaya pada tahun 1953 dan memasuki bangku Sekolah Dasar di SD Pasar Turi.[3] Sejak kecil, Bob dan keempat saudaranya dididik dengan disiplin militer oleh sang ayah. Bakat seni Bob memang diwariskan dari kedua orang tuanya, ayahnya adalah pemain suling dan ibunya merupakan penyanyi di gereja.[3] Bob Tutupoly melanjutnya pendidikannya di SMP Kristen Embong Wungu, Surabaya dan SMA Katolik St. Louis, Surabaya. Ia sempat menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Ekonomi Surabaya (Cikal bakal Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga) dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung namun kedua terhenti di tengah jalan. https://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Tutupoly
Ketika menjabat sebagai public relation di Restoran Ramayana (NY), Bob berkenalan dengan seorang penari Indonesia bernama Rosmayasuti Nasution (Yosie) yang sedang tampil di tempat tersebut. Bob Tutupoly melamar istrinya pada tahun 1972. Istrinya tersebut merupakan None Jakarta 1972. Pada tanggal 15 April 1977, Bob dan Yosie resmi menjadi suami-istri di hadapan petugas catatan sipil. Pernikahan tersebut dihadiri oleh Adnan Buyung Nasution sebagai saksi atas keluarga Yosie dan Leo Lopusila sebagai saksi dari pihak Bob. Sebelumnya mereka berdua harus menjalani persidangan selama sembilan bulan dikarenakan perbedaan keyakinan yang mereka anut. Putri semata wayang mereka lahir di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1978 dan diberi nama Sasha Karina Tutupoly.
Emilia Contessa (lahir 27 September 1957) adalah seorang model, pemeran, penyanyi dan politikus Indonesia keturunan Jawa, Madura dan Pakistan.
Nama aslinya adalah Nur Indah Citra Sukma Hati, Emilia adalah putri sulung dari tiga anak dari Hasan Ali yang berdarah Pakistan-Madura dan RA Susiani yang berdarah Jawa-Banyuwangi. Ia suka menyanyi sejak kecil. Ibunya melakukan berbagai usaha agar Emil dapat tampil menyanyi di berbagai acara. Pada tahun 1969, Emil berhasil meraih juara umum penyanyi pop ketika Surabaya menyelenggarakan PON VII di Surabaya yang berlangsung Tanggal 26 Agustus – 6 September 1969 dengan juara umum DKI Jakarta. Ajang tersebut membuka jalan Emil menjadi penyanyi profesional.
Emil yang saat itu masih menggunakan nama Emilia Hasan diajak oleh pencari bakat dari Philips Singapura yang mengajak Emil untuk rekaman di Singapura pada tahun 1970.
Satu tahun di Singapura, Emil yang kala itu ditemani ibunya, kembali ke Indonesia. Emil kemudian diperkenalkan pertama kali lewat TV oleh Chris Pattikawa, yang memimpin acara hiburan di TVRI. Dengan nama baru Emilia Contessa, Emil pun langsung menanjak. Emil merupakan salah seorang dari sedikit penyanyi wanita negeri ini yang memiliki suara sopran yang sangat powerfull dan lantang. Emil juga memiliki performance atau stage-act yang sulit disaingi penyanyi mana pun pada masanya. Bahkan kala itu ia dijuluki sebagai Singa Panggung Asia oleh majalah Asia Week (1975). dan Majalah New York Time menobatkan Emil sebagai satu dari lima artis terpopuler di dunia dan sempat mendapat beasiswa untuk belajar vocal di Amerika, tetapi karena sudah teken kontrak dengan Club Malam Tropicana, maka beasiswa tersebut tidak diambil. Tetapi kariernya terus menanjak hingga ke Benua Eropa dan Amerika untuk show kecuali Afrika yang belum disinggahinya. Masa emas Emil adalah di pertengahan tahun 1970-an. Lagu-lagu Emil yang menuai sukses antara lain "Angin November", "Flamboyan", "Biarlah Sendiri", "Bunga Mawar, "Melati", "Rindu", "Bunga Anggrek", "Penasaran", "Kehancuran", "Layu Sebelum Berkembang", "Angin Malam", "Mungkinkah", dan banyak lagu-lagu ciptaan A. Riyanto lainnya. Sampai sekarang telah belasan album dihasilkannya termasuk album Islami Samudera Shalawat (2000).
Recording : MUSICA STUDIO/FM RECORD / Vinyl LP 12" 33 1/3 RPM
The Singers adalah kelompok musik yang lahir pada tahun 1967 dengan personel Neneng Salmiah ( leader, rhythm, vokal), Tuty Thaher (bas, vokal), Sally Sardjan (organ, vokal), Henny Purwanegara (drum, vokal), Shinta Dungga (rhythm, vokal), dan Uun Syarbini (melodi). Secara resmi mereka mengumumkan terbentuknya The Singers pada Januari 1968, dengan mengusung aliran musik perpaduan latin dan sweet pop. Pada tahun yang sama pula The Singers masuk dapur rekaman untuk pertama kali dan memainkan lagu "Marlina" karya D. Djauhari, "Jali-jali " (Instrumental), "Land of 1000", "Dances", "Oh Tuhan", "Baby Your Gone", "Salam Perpisahan", yang dimainkan dalam bentuk Long Play. Pada masa itu The Singer mampu menarik penikmat musik tanah air dan mampu bersaing dengan grup band wanita lainnya seperti, Dara Puspita, Monalisa, Miscellina, dan The Beach Girls. Henny Purwanegara memilih hengkang karena terjadi konflik internal, disusul Shinta Dungga yang mengundurkan diri setelah pernikahannya. Mulai dari situ terus terjadi pergantian personel, nama-nama seperti Lies Royani, Iwan, dan Inneke Nasution pernah mengisi posisi kosong The Singers. Iwan menjadai satu-satunya personel lelaki. Selama pergantian formasi grup band ini berhasil mengeluarkan hit seperti " Derita Seorang Wanita", "Surat Putus Cinta", dan "Akhirnya".[1]
Tahun 1992, The Singers kembali ke panggung musik dengan formasi awal Neneng Salmiah, Tuty Thaher, Sally Sardja, Henny Purwanegara, Shinta Dungga, dan Uun Syarbini. Tiga tahun kemudian Uun Syarbini tutup usia karena kanker rahim. Tanpa Uun, band ini tetap tampil dengan mengisi acara hiburan seperti Melody Menari, Tembang Kenangan, dan Famili 100.
Widyawati (lahir 12 Juli 1950) adalah seorang pemeran dan penyanyi Indonesia. Karirnya membentang lima dekade, mencapai puncak popularitasnya pada awal 1970-an hingga pertengahan 1980-an, ia berakting dalam puluhan judul film dalam peran yang mencakup berbagai genre, dari komedi ringan hingga drama serius. Dengan karir yang luas dalam film sejak masa remajanya, ia dipuji karena keserbagunaannya dan dianggap sebagai salah satu aktris terbaik di generasinya. Penampilannya impresifnya termasuk yang paling dipuji saat itu, dalam drama romantis seperti Pengantin Remadja (1971) dan Arini, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat (1987).
Sepanjang karirnya, ia telah menerima banyak penghargaan, dinominasikan delapan kali untuk Piala Citra Festival Film Indonesia, menjadikannya salah satu aktris yang paling banyak dinominasikan dalam sejarah acara tersebut. Ia memenangkan dua di antaranya, untuk perannya dalam drama romantis Arini, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat (1987) sebagai Aktris Terbaik dan drama Semoga Kau Kembali (1976) sebagai Aktris Pendukung Terbaik.
Dunia film tak hanya membesarkan namanya, seperti dengan diraihnya Piala Citra FFI 1987 untuk kategori Aktris Terbaik dalam film Arini, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat. Dunia film juga yang mempertemukan Widyawati dengan aktor dan sutradara Sophan Sophiaan. Widyawati dan Sophan menikah pada 9 Juli 1972 di Masjid Al-Azhar. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu Romy Octaviano Prakasa Sophiaan (lahir 31 Oktober 1972) dan Roma Yuliano Prakasa Sophiaan (lahir 17 Juli 1977).
Album musik Saat Aku Sendiri (1986), Nostalgi (2000), rekaman dalam album bersama diantaranya OST Pengantin Remaja (1971), OST Tinggal Ladas Buat Kekasih (1985), dll.
Reynold Panggabean (lahir 23 Januari 1951) adalah seorang komposer, pemain film, serta penyanyi dan mantan anggota group The Mercy's, juga pimpinan kelompok musik Tarantula.
Reynold mendirikan group musik Orkes Melayu Tarantula pada tahun 1979. Meskipun terbentuk secara tidak sengaja lantaran tawaran label pada Reynold untuk merilis album solo, Reynold justru terinspirasi untuk menjajal irama dangdut. Ia meminta sang istri untuk menyanyikan lagu-lagu ciptaannya. Ia pun lalu menggaet Camelia Malik (Mia) istrinya yang juga merupakan adik dari penyanyi Rock kelompok God Bless Ahmad Albar sebagai vokalisnya. Bukan dangdut sembarang dangdut, tapi dangdut yang dikolaborasikan dengan musik rock, boleh jadi karena basic bermusik Reynold memang bukan di jalur dangdut.
Reynold menjalani pernikahan beda agama dengan penyanyi dangdut Camelia Malik putri tokoh sineas nasional berdarah Minangkabau Djamaluddin Malik pada tahun 1977. Perkawinan tersebut berakhir pada tanggal 2 Maret 1989, setelah dua belas tahun tanpa dikaruniai keturunan. Camelia Malik kemudian menikah lagi dengan aktor Harry Capri, 16 juli 1989.
Reynold kemudian menikah lagi pada tahun 1990 dengan aktris cantik berdarah Manado bernama Anna Tairas. Dari perkawinan ini mereka memperoleh seorang putra bernama Kevin Reyan Panggabean (lahir 6 mei 1990) yang kemudian mengikuti jejaknya sebagai musisi. Disayangkan pula bahwa pernikahan yang berumur 12 tahun itu juga berakhir. Mereka resmi bercerai pada tahun 2002.
Andalas Datoe Oloan Harahap atau Ucok AKA (25 Mei 1943 – 3 Desember 2009) adalah pemeran dan penyanyi Indonesia. Ia dikenal luas melalui AKA bersama Soenata Tanjung, Syech Abidin, dan Arthur Kaunang. Bersama dengan Ahmad Albar, ia juga pernah membentuk duo dengan nama Duo Kribo. Selain itu, ia juga pernah bermain dalam sejumlah film nasional.
Bakat bermusik Ucok diturunkan dari ayahnya. Ucok adalah anak laki-laki dari Ismail Harahap, seorang musisi yang bukan profesional. Sang ayah sempat memainkan keroncong dan Hawaiian pop yang populer pada dekade 1960-an. Laki-laki berdarah Batak yang lahir di Tanjung Morawa, Sumatra Utara dan besar di Kota Pahlawan, Surabaya ini bekerja sebagai apoteker. Ia menikah dengan seorang perempuan keturunan Perancis, bernama Fransiena Frederika Mahieu. Dari perkawinan tersebut, lahirlah Ucok Andalas Datoe Oloan Harahap, atau akrab disapa Ucok Harahap
Delly Joko Arifin atau yang dikenal dengan nama Delly Rollies lahir pada 1949 ini mengawali sepak terjang dalam karir bermusiknya pada era 1960-an. Sebelum memulai karir panjang bersama The Rollies, terlebih dahulu Delly bergabung dengan grup musik Genta Istana. Barulah pada 1967, Delly bergabung dengan The Rollies sebagai keyboardist atas ajakan Deddy Stanzah yang berperan penting sebagai penggagas terbentuknya The Rollies. Gito, sang vokalis, adalah orang yang terakhir bergabung dengan The Rollies. Di band sebelumnya, Gito sering membawakan repertoar dari Tom Jones, Engelbert Humperdinck, dan sejenisnya. Namun saat bergabung dengan The Rollies, Delly meminta Gito untuk membawakan repertoar dari James Brown, sang godfather musik soul dan funk dunia.
Di samping berkarir dengan The Rollies, pada era 1980-an, Delly juga melakukan solo karir. Justru di solo karir inilah Delly mulai terpancar auranya dan sebagian besar lagunya terdengar berbeda dari kebanyakan musik Indonesia di era itu, bahkan boleh dibilang melampaui masanya. Pada era solo karirnya, Delly masih menggunakan genre musik yang sama dengan The Rollies: soul, funk, dan disko. Album solo pertama Delly berjudul The Prince of Rollies (1982) yang dirilis Musica Studio’s dan menampilkan beberapa komposer seperti Oetje F. Tekol, Erick Van Houten, Dodo Zakaria, dan Jimmie Manopo.
Selanjutnya, Delly melakukan kerjasama dengan label Flower Sound. Di label inilah kejeniusan Delly Rollies dalam meramu musik mulai terlihat. Album pertama Delly di label ini berjudul Pop Jazz (1982). Album ini menafsirkan ulang lagu-lagu pop milik Kiki Maria, Jimmie Manopo, Jacky, Chris Kayhatu, A. Riyanto dll. yang telah eksis sebelumnya dengan nafas soul dan jazz ala Delly sendiri. Masih di tahun yang sama, Delly merilis album berjudul Kau dengan bantuan Fariz RM sebagai music director. Album ini juga sempat dibantu oleh gank-nya Fariz RM di grup Symphony yaitu Ekki Soekarno, Jimmy Pais, dan Herman Gelly.
Delly Joko Arifin atau yang dikenal dengan nama Delly Rollies lahir pada 1949 ini mengawali sepak terjang dalam karir bermusiknya pada era 1960-an. Sebelum memulai karir panjang bersama The Rollies, terlebih dahulu Delly bergabung dengan grup musik Genta Istana. Barulah pada 1967, Delly bergabung dengan The Rollies sebagai keyboardist atas ajakan Deddy Stanzah yang berperan penting sebagai penggagas terbentuknya The Rollies. Gito, sang vokalis, adalah orang yang terakhir bergabung dengan The Rollies. Di band sebelumnya, Gito sering membawakan repertoar dari Tom Jones, Engelbert Humperdinck, dan sejenisnya. Namun saat bergabung dengan The Rollies, Delly meminta Gito untuk membawakan repertoar dari James Brown, sang godfather musik soul dan funk dunia.
Di samping berkarir dengan The Rollies, pada era 1980-an, Delly juga melakukan solo karir. Justru di solo karir inilah Delly mulai terpancar auranya dan sebagian besar lagunya terdengar berbeda dari kebanyakan musik Indonesia di era itu, bahkan boleh dibilang melampaui masanya. Pada era solo karirnya, Delly masih menggunakan genre musik yang sama dengan The Rollies: soul, funk, dan disko. Album solo pertama Delly berjudul The Prince of Rollies (1982) yang dirilis Musica Studio’s dan menampilkan beberapa komposer seperti Oetje F. Tekol, Erick Van Houten, Dodo Zakaria, dan Jimmie Manopo.
Selanjutnya, Delly melakukan kerjasama dengan label Flower Sound. Di label inilah kejeniusan Delly Rollies dalam meramu musik mulai terlihat. Album pertama Delly di label ini berjudul Pop Jazz (1982). Album ini menafsirkan ulang lagu-lagu pop milik Kiki Maria, Jimmie Manopo, Jacky, Chris Kayhatu, A. Riyanto dll. yang telah eksis sebelumnya dengan nafas soul dan jazz ala Delly sendiri. Masih di tahun yang sama, Delly merilis album berjudul Kau dengan bantuan Fariz RM sebagai music director. Album ini juga sempat dibantu oleh gank-nya Fariz RM di grup Symphony yaitu Ekki Soekarno, Jimmy Pais, dan Herman Gelly.
Delly Joko Arifin atau yang dikenal dengan nama Delly Rollies lahir pada 1949 ini mengawali sepak terjang dalam karir bermusiknya pada era 1960-an. Sebelum memulai karir panjang bersama The Rollies, terlebih dahulu Delly bergabung dengan grup musik Genta Istana. Barulah pada 1967, Delly bergabung dengan The Rollies sebagai keyboardist atas ajakan Deddy Stanzah yang berperan penting sebagai penggagas terbentuknya The Rollies. Gito, sang vokalis, adalah orang yang terakhir bergabung dengan The Rollies. Di band sebelumnya, Gito sering membawakan repertoar dari Tom Jones, Engelbert Humperdinck, dan sejenisnya. Namun saat bergabung dengan The Rollies, Delly meminta Gito untuk membawakan repertoar dari James Brown, sang godfather musik soul dan funk dunia.
Di samping berkarir dengan The Rollies, pada era 1980-an, Delly juga melakukan solo karir. Justru di solo karir inilah Delly mulai terpancar auranya dan sebagian besar lagunya terdengar berbeda dari kebanyakan musik Indonesia di era itu, bahkan boleh dibilang melampaui masanya. Pada era solo karirnya, Delly masih menggunakan genre musik yang sama dengan The Rollies: soul, funk, dan disko. Album solo pertama Delly berjudul The Prince of Rollies (1982) yang dirilis Musica Studio’s dan menampilkan beberapa komposer seperti Oetje F. Tekol, Erick Van Houten, Dodo Zakaria, dan Jimmie Manopo.
Selanjutnya, Delly melakukan kerjasama dengan label Flower Sound. Di label inilah kejeniusan Delly Rollies dalam meramu musik mulai terlihat. Album pertama Delly di label ini berjudul Pop Jazz (1982). Album ini menafsirkan ulang lagu-lagu pop milik Kiki Maria, Jimmie Manopo, Jacky, Chris Kayhatu, A. Riyanto dll. yang telah eksis sebelumnya dengan nafas soul dan jazz ala Delly sendiri. Masih di tahun yang sama, Delly merilis album berjudul Kau dengan bantuan Fariz RM sebagai music director. Album ini juga sempat dibantu oleh gank-nya Fariz RM di grup Symphony yaitu Ekki Soekarno, Jimmy Pais, dan Herman Gelly.
Charles Edison Silitonga (17 Januari 1949 – 25 Agustus 2016), yang lebih dikenal dengan nama Eddy Silitonga, adalah seorang penyanyi berkebangsaan Indonesia. Dikenal dengan suaranya yang tinggi dan melengking, Eddy adalah anak ke empat dari 11 anak Gustaf Silitonga dan Theresia Siahaan. Di puncak ketenarannya ia menyanyikan lagu Biarlah Sendiri ciptaan pengarang dan penyanyi senior Rinto Harahap pada tahun 1976.
Pada tahun 1967 Eddy Silitonga meraih Juara 1 Penyanyi Seriosa Sumatra Utara. Selain itu ia juga meraih Juara Pop Singer di Medan.
Ia meraih juara ke-4 Festival Lagu Popular yang digelar di Taman Ismail Marzuki Jakarta, dengan lagu Biarlah sendiri.
Eddy Silitonga meraih juara pertama pria Lomba Lagu Minang pada tahun 1983.
Tiga tahun berkuliah di Institut Teknologi Mapua di Filipina dan membentuk group sendiri "Eddy's Group" pada puncak kejayaannya 1976 - 1979. Kemudian ia menjadi sekretaris PARSEL (Pengayuban Artis Jakarta Selatan) yang diketuai pelawak Ateng dan Is Haryanto
Charles Edison Silitonga (17 Januari 1949 – 25 Agustus 2016), yang lebih dikenal dengan nama Eddy Silitonga, adalah seorang penyanyi berkebangsaan Indonesia. Dikenal dengan suaranya yang tinggi dan melengking, Eddy adalah anak ke empat dari 11 anak Gustaf Silitonga dan Theresia Siahaan. Di puncak ketenarannya ia menyanyikan lagu Biarlah Sendiri ciptaan pengarang dan penyanyi senior Rinto Harahap pada tahun 1976.
Pada tahun 1967 Eddy Silitonga meraih Juara 1 Penyanyi Seriosa Sumatra Utara. Selain itu ia juga meraih Juara Pop Singer di Medan.
Ia meraih juara ke-4 Festival Lagu Popular yang digelar di Taman Ismail Marzuki Jakarta, dengan lagu Biarlah sendiri.
Eddy Silitonga meraih juara pertama pria Lomba Lagu Minang pada tahun 1983.
Tiga tahun berkuliah di Institut Teknologi Mapua di Filipina dan membentuk group sendiri "Eddy's Group" pada puncak kejayaannya 1976 - 1979. Kemudian ia menjadi sekretaris PARSEL (Pengayuban Artis Jakarta Selatan) yang diketuai pelawak Ateng dan Is Haryanto
Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya 1 November 1948
Meninggal Dunia : Bandung 13 Juli 2003
Bonnie mengawali karirnya sebagai pemusik saat bergabung dengan band Trikada pada tahun 1964 di Bandung.Lalu bergabung dengan band Paramour nya Djadjat.Di tahun 1969 Bonnie ikut bergabung dengan The Rollies menggantikan posisi gitaris TZ Iskandar yang pindah posisi memainkan saxophone.
Selain itu Bonnie sejak akhir 70an juga merintis solo karir.Bonnie juga sempat membuat album kolaborasi dengan pemain kecapi Supeno Braga Stone.Di era 80an Bonnie pernah bereksperimen menggabungkan musik rock dengan kendang karawaitan Sunda dengan nama Punk Reog.
Bonnie mengawali karirnya sebagai pemusik saat bergabung dengan band Trikada pada tahun 1964 di Bandung.Lalu bergabung dengan band Paramour nya Djadjat.Di tahun 1969 Bonnie ikut bergabung dengan The Rollies menggantikan posisi gitaris TZ Iskandar yang pindah posisi memainkan saxophone.
Selain itu Bonnie sejak akhir 70an juga merintis solo karir.Bonnie juga sempat membuat album kolaborasi dengan pemain kecapi Supeno Braga Stone.Di era 80an Bonnie pernah bereksperimen menggabungkan musik rock dengan kendang karawaitan Sunda dengan nama Punk Reog.
Charles Edison Silitonga (17 Januari 1949 – 25 Agustus 2016), yang lebih dikenal dengan nama Eddy Silitonga, adalah seorang penyanyi berkebangsaan Indonesia. Dikenal dengan suaranya yang tinggi dan melengking, Eddy adalah anak ke empat dari 11 anak Gustaf Silitonga dan Theresia Siahaan. Di puncak ketenarannya ia menyanyikan lagu Biarlah Sendiri ciptaan pengarang dan penyanyi senior Rinto Harahap pada tahun 1976.
Pada tahun 1967 Eddy Silitonga meraih Juara 1 Penyanyi Seriosa Sumatra Utara. Selain itu ia juga meraih Juara Pop Singer di Medan.
Ia meraih juara ke-4 Festival Lagu Popular yang digelar di Taman Ismail Marzuki Jakarta, dengan lagu Biarlah sendiri.
Eddy Silitonga meraih juara pertama pria Lomba Lagu Minang pada tahun 1983.
Tiga tahun berkuliah di Institut Teknologi Mapua di Filipina dan membentuk group sendiri "Eddy's Group" pada puncak kejayaannya 1976 - 1979. Kemudian ia menjadi sekretaris PARSEL (Pengayuban Artis Jakarta Selatan) yang diketuai pelawak Ateng dan Is Haryanto ~~wikipedia.org~~
Bermula dengan menggunakan nama Rhapsodia pada akhir dasawarsa 60an, terdiri atas Alam (vokalis),Ibung (drums),Alfred (gitar),Sondang (organ) dan Utte M Thahir (bass).Band ini sempat beberapa kali berganti personil hingga akhirnya masuk Deddy Dorres (gitar,organ,vokal) dan Soleh Sugiarto Djajadihardja (drums,vokal).
Tahun 1972 Awie dari Purnama Record Jakarta tertarik merilis rekaman Rhapsodia.Band Bandung ini lalu menandatangani kontrak rekaman dengan Purnama Record.Rhapsodia akhirnya melakukan kompromi,mereka tak sepenuhnya membawakan lagu bernuansa rock.Dalam kondisi fifty-fifty Rhapsodia menyanyikan lagu rock dan juga pop melankolik.
Formasi Freedom of Rhapsodia lalu berubah dengan masuknya Dave Tahuhey (gitar),Johannes Sarwono (organ) serta Kiky (drums).
Bermula dengan menggunakan nama Rhapsodia pada akhir dasawarsa 60an, terdiri atas Alam (vokalis),Ibung (drums),Alfred (gitar),Sondang (organ) dan Utte M Thahir (bass).Band ini sempat beberapa kali berganti personil hingga akhirnya masuk Deddy Dorres (gitar,organ,vokal) dan Soleh Sugiarto Djajadihardja (drums,vokal).
Tahun 1972 Awie dari Purnama Record Jakarta tertarik merilis rekaman Rhapsodia.Band Bandung ini lalu menandatangani kontrak rekaman dengan Purnama Record.Rhapsodia akhirnya melakukan kompromi,mereka tak sepenuhnya membawakan lagu bernuansa rock.Dalam kondisi fifty-fifty Rhapsodia menyanyikan lagu rock dan juga pop melankolik.
Formasi Freedom of Rhapsodia lalu berubah dengan masuknya Dave Tahuhey (gitar),Johannes Sarwono (organ) serta Kiky (drums).
Bermula dengan menggunakan nama Rhapsodia pada akhir dasawarsa 60an, terdiri atas Alam (vokalis),Ibung (drums),Alfred (gitar),Sondang (organ) dan Utte M Thahir (bass).Band ini sempat beberapa kali berganti personil hingga akhirnya masuk Deddy Dorres (gitar,organ,vokal) dan Soleh Sugiarto Djajadihardja (drums,vokal).
Tahun 1972 Awie dari Purnama Record Jakarta tertarik merilis rekaman Rhapsodia.Band Bandung ini lalu menandatangani kontrak rekaman dengan Purnama Record.Rhapsodia akhirnya melakukan kompromi,mereka tak sepenuhnya membawakan lagu bernuansa rock.Dalam kondisi fifty-fifty Rhapsodia menyanyikan lagu rock dan juga pop melankolik.
Formasi Freedom of Rhapsodia lalu berubah dengan masuknya Dave Tahuhey (gitar),Johannes Sarwono (organ) serta Kiky (drums).
Judul : Karier dan Cita-citaku
Album : Super Star Pop '78 (Various Artist)
Karya : Bartje van Houten
Band Pengiring : De Meicy
Pertama kali ku mencoba
pergi meninggalkan kota ku
ibu dan ayah kutinggalkan
begitupun dengan saudaraku
Mulanya kuingin menuntut ilmu
demi masa depan diriku ini
namun kutak dapat melanjutkannya
karena musiklah yang memanggilku
Tlah kuciptakan
lagu untuk semua sahabatku
sebagai pengganti diriku ini
walaupun kini diriku jauh
Oh Tuhanku
tunjukkan jalan kepada diriku
agar kudapat melanjutkan karirku
untuk mencapai cita-cita dalam hidupku
Mulanya kuingin menuntut ilmu
demi masa depan diriku ini
namun kutak dapat melanjutkannya
karena musiklah yang memanggilku
Tlah kuciptakan
lagu untuk semua sahabatku
sebagai pengganti diriku ini
walaupun kini diriku jauh
Oh Tuhanku
tunjukkan jalan kepada diriku
agar kudapat melanjutkan karirku
untuk mencapai cita-cita dalam hidupku
Tlah kuciptakan
lagu untuk semua sahabatku
sebagai pengganti diriku ini
walaupun kini ...
Produksi : Purnama Record (1 x Vinyl LP 12" 33 1/3 RPM )
Grup musik Kharisma Alam dibentuk oleh penulis lagu dan komposer, Bambang Tondo bersama tiga teman kampusnya di Fakultas Hukum Brawijaya, Malang.
Pada pengerjaan debut album Sketsa Seni Musik, grup ini juga diperkuat oleh tiga vokalis latar wanita yang bernyanyi dengan berani sekaligus menambah ketebalan warna pada departemen vokal pada album ini,
mengimbangi suara Bambang Tondo yang memiliki timbre tipis dan terkadang terdengar malu-malu.
R. Bambang Hendrasto, alias Bambang Tondo, frontman/mastermind kelompok musik Kharisma Alam, dengan tiga perempuan blasteran yang menjadi backing vocal-nya: Babsye, Debbie, Patty
Bapa Wirajaya, tan sipi gunge hutang isun ing sira nun katekan sadya nisun, isun parone tembe bhumi Jawa, sira amuktia sapalih, isun sapalih
Pararaton Pupuh VI berisi awal kesepakatan Sumenep antara Raden Wijaya dan Aris Wirajaya
Sayu Wiwit, the Empress Susuhunan Ratu of Mount Raung
Sayu Wiwit asal kata Mas Ayu Wiwit, Sayu Wiwit adalah Manggal / Senopati Perang, tetapi seorang wanita berasal dari kedhaton (Lateng) adalah Putri dari Mas Gumuk Jati (Mas saat itu merupakan gelas bangsawan).
Sayu Wiwit dibawa ke negara Bayu oleh ayah ibunya ketika prajurit Belanda (mungkin kala itu VOC) datang dan membuat loji (benteng) di Lateng (saat ini Lateng adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Banyuwangi bagian timur laut, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur). Selengkapnya silahkan baca di :
Grup musik Kharisma Alam dibentuk oleh penulis lagu dan komposer, Bambang Tondo bersama tiga teman kampusnya di Fakultas Hukum Brawijaya, Malang.
Pada pengerjaan debut album Sketsa Seni Musik, grup ini juga diperkuat oleh tiga vokalis latar wanita yang bernyanyi dengan berani sekaligus menambah ketebalan warna pada departemen vokal pada album ini,
mengimbangi suara Bambang Tondo yang memiliki timbre tipis dan terkadang terdengar malu-malu.
R. Bambang Hendrasto, alias Bambang Tondo, frontman/mastermind kelompok musik Kharisma Alam, dengan tiga perempuan blasteran yang menjadi backing vocal-nya: Babsye, Debbie, Patty.